Minggu, 17 November 2013

AYAH

Pagi itu dengan berbekal sebuah surat pernyataan dan tekad yang besar aku memberanikan diri untuk meminta ijin dari ayah untuk segera masuk kedalam dunia kerja. Bukan hanya surat, namun hasil dari berbagai tes yang telah ku lalui pun ikut serta didalamnya sebagai pendukung jika ayah meminta bukti kesiapan ku untuk memasuki dunia yang kejam itu.
“ayahhh… Maya boleh minta tanda tangan ayah gak disurat ini?” manja ku pada ayah
“surat apa?” sambil membaca isi surat
“surat pernyataan Yah, Maya mau minta ijin untuk kerja di sebuah perusahaan ternama, emang sih Cuma jadi buruh ajah tpi, Maya yakin berawal dari menjadi seorang buruh, Maya akan menjadi pemilik nya Yah. Gimana? Maya juga sudah ikut test kok, dan semua hasilnya bagus kok, ayah bisa lihat sendiri lampirannya”. Mencoba meyakinkan dengan berbagai alasan.
Tanpa berlama-lama ayah pun langsung memutuskan, dan miris nya tanpa komentar yang pasti, ayah tidak mengijinkan ku untuk langsung masuk dunia kerja, dia lebih memilihkan ku untuk masuk ke perkuliahan dulu, baru setelah itu ayah menyerahkan semua keputusannya padaku, mau jadi apa setelah aku menjadi wisudawati.
“mending kamu kuliah dulu, baru setelah jadi wisudawati, ayah menyerahkan semua keputusannya sama kamu, apa kamu masih mau jadi seorang pekerja atau menjadi orang yang memberikan pekerjaan.” Tegas ayah kepada ku
Sontak aku sedih, dari 30 teman sekelas ku hanya 5 orang saja yang lanjut ke perkuliahan, sisanya menjadi pekerja di berbagai perusahaan. Dan keirian itu bertambah tatkala aku melihat mereka yang sudah memiliki uang sendiri bisa begitu mudahnya membeli apa yang mereka inginkan tanpa harus meminta lagi dari orang tua mereka.
Dengan segala keterpaksaan akhirnya aku manut pada perintah ayah untuk kuliah di salah satu intitusi, ayah yang pada saat itu memang bersikeras memasukan ku ke institusi bahkan sampai rela menemani ku dalam setiap proses yang harus kulewati, mengantar dan menjemput, bahkan menunggu ku diparkiran. Padahal sebelum ini ayah belum pernah melakukan hal yang benar-benar dilakukan seorang ayah kepada anaknya, dimana semuanya hanya urusan pekerjaan dan pekerjaan.
Tak pelak aku pun bingung dibuatnya, kenapa ayah bersikeras ingin menjadikan aku seorang wisudawati? Kenapa ayah tak membiarkan aku untuk kerja saja? Bukankah penghasilan ku kelak bisa membantu juga? Bukankah biaya perkuliahan itu tidak murah? apa yang sebenarnya ayah harapkan? Dan berbagai pertanyaan lain pun membuat ku semakin bertanya-tanya dalam pikiran yang semakin buntu.
Memasuki tahun ajaran pertama aku mulai perkuliahan ku dengan bermain-main. Bagaimana tidak, mimpi ku untuk bisa bekerja masih lebih besar ketimbang harus mengenyam ilmu di perkuliahan, jarang mengerjakan tugas, bermalas-malasan, pergi kesana kemari mencari teman untuk bermain, tapi, sebesar apapun rasa malas ku, aku tak pernah absen ( bolos ) dikelas. Aku selalu masuk dan mengikuti pelajaran dengan baik, sekalipun perlajaran itu seperti angin yang keluar masuk begitu saja.
Pada tingkat awal juga aku menemukan “CCP”, yap mereka sahabat ku tercinta yang sampai saat ini masih setia menemani ku dalam berbagai kondisi. Kami terbentuk begitu saja dengan tidak langsung akrab begitu saja, kemana-mana selalu berlima, makan, main, karaokean, nonton atau sekedar melakukan kegilaan lainnya. Praktis tingkat satu hanya kami lalui dengan hal yang menurut ku gak ada tantangannya, seperti permainan di level satu yang mudah sekali untuk dilewati.
Masuk ke tingkat 2, kami harus menghadapi kenyataan pahit. Salah satu dari kami harus pindah yang membuat kami terpisahkan oleh jarak yang sebenarnya tidak terlalu jauh yaitu Depok – Bekasi, hanya jadwal yang berbeda membuat kami seolah tidak mungkin menjalin kebersamaan seperti dulu di tingkat satu. Sedih? Pasti ! secara kami selalu berdekatan entah dalam situasi dan kondisi apapun.
Selanjutnya kelas 2EB** lah yang menjadi tempat pemberhentian berikutnya untuk aku, dank ke-3 teman ku, tpi, ternyata hal pahit itu harus aku jalani lagi, salah satu teman kami harus pindah lagi karena mendapatkan beasiswa dari institusi kami. Awalnya satu, lalu satu lagi, dan hampir satu lagi, tpi tidak jadi.. hehehee dan tersisalah kami bertiga dikelas yang terkenal dengan nama “Kelas Awal”.
Pada awal tingkat ini pun aku masih saja berkutat dengan kemalasan dan keegoisan ku, hingga akhirnya peristiwa itu terjadi. Peristiwa yang merubah semuanya.
Waktu itu aku dan sahabat ku yang lain sedang berada di mushola, disebuah pusat perbelanjaan megah di Bekasi.
*telepon berdering*
“assalamual’aikum, kenapa yah?”
“waalaikum salam, kamu dimana?” suara lirih
“Maya lagi di mall sama temen, baru ajah selesai survey tempat untuk bukber. Kenapa yah?”
“kalau sudah selesai kamu cepet kesini yah, temani ayah. Ayah baru saja dirawat, kaki ayah patah.” masih dengan suara lirih menahan sakit.
Airmata ku seketika itu juga jatuh bak air yang mengalir dari pegunungan, derasnya sama dengan hujan yang saat itu juga tengah membasahi bumi. Aku lajukan motor ku sekencang mungkin, tak perduli orang mau berkata apa. Ayah ku tengah terbaring sendirian di rumah patah tulang, sedang aku masih sempat-sempat nya main bersama teman ku. Anak macam apa aku ini? Setelah sekian lama ini ayah selalu bekerja demi menafkahi ku sekeluarga, aku masih saja tidak tahu diri.
Sampainya di RPT ( Rumah Patah Tulang ) dengan berbasah kuyup dan menitikan air mata aku tak hentinya mengaji untuk ayah, terlintas dibenak ku tentang ayah dihadapan ku, yang biasanya berdiri tegak dengan suara lantangnya memanggilku, berjalan kesana kemari tanpa kenal lelah demi mencari sesuap nasi. Kini hanya terkulai diatas ranjang kayu beralasan tikar dan bantal yang sudah sangat usang. Ayah terbaring dengan menahan sakit, suaranya sangat lirih. Malam itu hanya aku yang disuruh untuk menjaga ayah, karena ibuku sedang hamil tua dan yang lain tidak ada yang bisa untuk menemani ayah.
Semalaman dengan terus menjaga ayah ku, Aku terus memikirkan andai saja ayah ku tak terselamatkan, akan jadi apa aku kelak tanpanya? apa yang telah ku punya untuk menghidupi diriku? Ayah betapa bodohnya aku telah menyia-nyiakan mu. Aku tak ingin menyesal ayah, aku tak ingin membuat mu semakin sakit dengan semua tingkah ku, aku ingin membahagiakan mu dengan menjalani semua hal yang kau harapkan dalam diri ku.
Beberapa hari kemudian masih dalam masa perawatannya, tiba-tiba saja ayah menanyakan ku, akan jadi apa aku kelak, tapi aku hanya bisa terdiam. Bahkan ketika dia bertanya bagaimana tentang perkuliahan ku, aku pun hanya mampu tertegun sendiri. Sampai akhirnya ayah berkata “ ayah hanya ingin melihat kamu sukses melebihi ayah saat ini. Dulu ayah ingin sekali merasakan kuliah, tapi karena keterbatasan biaya ayah tidak bisa masuk fakultas yang ayah inginkan, dan sekaligus harus melupakan cita-cita ayah sebagai seorang teknisi. Andai saja dulu ayah bisa kuliah, mungkin ayah tidak akan seperti ini sekarang, mungkin ekonomi keluarga kita pun akan jauh lebih baik. Makanya ayah memasukan kamu ke perkuliahan, supaya kelak kamu tidak menjadi orang yang menyesal seperti ayah, supaya kelak hidup kamu lebih baik dari ayah. Percaya ya Maya, tidak ada orang tua yang ingin anaknya sengsara, semua orang tua selalu mengininkan yang terbaik untuk anaknya. Kamu ngerti kan?”
Dan dari sekian banya omongan ayah itu, aku hanya mampu menjawab “iya” dengan terus menitikan air mata dipojokan kamar.
Aku terus berpikir dan menyesali semua perbuatan ku. Aku selalunya menghakimi ayah ku dengan semua hujatan yang tidak benar adanya. Aku selalu meremehkan perkuliahan ku, disamping aku tau bahwa tidak semua orang bisa masuk ke dunia perkuliahan seperti aku, banyak orang yang cita-citanya tidak bisa terealisasikan hanya karna keterbatasan biaya, sedang aku yang sudah sejauh ini didukung oleh ayah ku, malah meremehkannya dengan tidak focus dalam belajar dan selalu saja mementingkan hal lain dari kuliah. Padahal dalam hal yang bersamaan ayah pun menaruh harapan besar dalam diri ku untuk bisa jauh lebih baik darinya. Dan hari itu juga menjadi titik tolak ku dalam menjalani kehidupan ku yang baru, dimana aku mulai menaruh besar harapan ku pada gelar ku kelak, namun bukan hanya gelar tapi juga ilmu dan kualitas dalam gelar S1 ku kelak. Tidak hanya itu, untuk ayah pun aku putus kan untuk mulai belajar memasuki dunia usaha yang selama ini ayah geluti. Besar sekali harapan ayah pada ku, dan aku tak ingin menjadi anak yang hanya mampu memberikan harapan palsu pada ayah.

J

2 komentar:

  1. EyD buuu EyD :D
    Masih banyak kalimat yang ga efektif. Boros. Ada yang ngos-ngosan kalo dibaca.
    Paragrafnya juga dibenahin. Setiap dialog, bikin paragraf baru.

    Menurutku bagian ini:
    Pada tingkat awal juga aku menemukan “CCP”, yap mereka sahabat ku tercinta yang sampai saat ini masih setia menemani ku dalam berbagai kondisi. Kami terbentuk begitu saja dengan tidak langsung akrab begitu saja, kemana-mana selalu berlima, makan, main, karaokean, nonton atau sekedar melakukan kegilaan lainnya. Praktis tingkat satu hanya kami lalui dengan hal yang menurut ku gak ada tantangannya, seperti permainan di level satu yang mudah sekali untuk dilewati.
    Masuk ke tingkat 2, kami harus menghadapi kenyataan pahit. Salah satu dari kami harus pindah yang membuat kami terpisahkan oleh jarak yang sebenarnya tidak terlalu jauh yaitu Depok – Bekasi, hanya jadwal yang berbeda membuat kami seolah tidak mungkin menjalin kebersamaan seperti dulu di tingkat satu. Sedih? Pasti ! secara kami selalu berdekatan entah dalam situasi dan kondisi apapun.
    Selanjutnya kelas 2EB** lah yang menjadi tempat pemberhentian berikutnya untuk aku, dank ke-3 teman ku, tpi, ternyata hal pahit itu harus aku jalani lagi, salah satu teman kami harus pindah lagi karena mendapatkan beasiswa dari institusi kami. Awalnya satu, lalu satu lagi, dan hampir satu lagi, tpi tidak jadi.. hehehee dan tersisalah kami bertiga dikelas yang terkenal dengan nama “Kelas Awal" diilangin aja. Ini cuma tempelan. Ga perlu. Dan gada sangkutnya sama ceritanya.

    *just my opinion :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. huaaa,, iyahh makasih banyak yahh aku akan segera memperbaikinya, memang itulah yang aku butuh kritik pedas sepedas kripik maichi level 15. :)

      Hapus

kalender enna


jam kuu

Cuteki kawaii

Blogger news

Get Free Music at www.divine-music.info
Get Free Music at www.divine-music.info

Free Music at divine-music.info

my dotta